SEPUTAR ANEMIA GIZI BESI (AGB)
Menurut definisi, anemia adalah
pengurangan jumlah sel darah merah, kuantitas hemoglobin, dan volume
pada sel darah merah (hematokrit) per 100 ml darah. Dengan demikian,
anemia bukan suatu diagnosis melainkan pencerminan dari dasar perubahan
patofisiologis, yang diuraikan oleh anamnesa dan pemikiran fisik yang teliti,
serta asi didukung oleh pemeriksaan laboratorium.
Manifestasi klinik
Pada anemia,
karena semua sistem organ dapat terlibat, maka dapat menimbulkan manifestasi
klinik yang luas. Manifestasi ini bergantung pada:
(1) kecepatan timbulnya anemia
(2) umur individu
(3) mekanisme kompensasinya
(4) tingkat aktivitasnya
(5) keadaan penyakit yang mendasari, dan
(6) parahnya anemia tersebut.
Karena jumlah efektif sel darah merah berkurang, maka lebih sedikit O2
yang dikirimkan ke jaringan. Kehilangan darah yang mendadak (30% atau lebih),
seperti pada perdarahan, menimbulkan simtomatoogi sekunder hipovolemia
dan hipoksemia. Namun pengurangan hebat massa sel darah merah dalam
waktu beberapa bulan (walaupun pengurangannya 50%) memungkinkan mekanisme
kompensasi tubuh untuk menyesuaikan diri, dan biasanya penderita asimtomatik,
kecuali pada kerja jasmani berat.
Mekanisme kompensasi bekerja melalui:
(1) peningkatan curah jantung dan pernafasan, karena itu menambah pengiriman O2
ke jaringan-jaringan oleh sel darah merah
(2) meningkatkan pelepasan O2 oleh hemoglobin
(3) mengembangkan volume plasma dengan menarik cairan dari sela-sela
jaringan, dan
(4) redistribusi aliran darah ke organ-organ vital (deGruchy, 1978 ).
Etiologi
- Karena cacat sel darah merah
(SDM)
Sel darah merah mempunyai komponen penyusun yang banyak sekali. Tiap-tiap
komponen ini bila mengalami cacat atau kelainan, akan menimbulkan masalah bagi
SDM sendiri, sehingga sel ini tidak berfungsi sebagai mana mestinya dan dengan
cepat mengalami penuaan dan segera dihancurkan. Pada umumnya cacat yang dialami
SDM menyangkut senyawa-senyawa protein yang menyusunnya. Oleh karena kelainan
ini menyangkut protein, sedangkan sintesis protein dikendalikan oleh gen
di DNA.
1. Karena kekurangan zat gizi
Anemia jenis ini merupakan
salah satu anemia yang disebabkan oleh
faktor
luar tubuh, yaitu kekurangan salah satu zat gizi. Anemia karena
kelainan dalam SDM disebabkan oleh faktor konstitutif yang menyusun
sel tersebut. Anemia jenis ini tidak dapat diobati, yang dapat dilakukan adalah
hanya memperpanjang usia SDM sehingga mendekati umur yang seharusnya,
mengurangi beratnya gejala atau bahkan hanya mengurangi penyulit yang terjadi.
2. Karena perdarahan
Kehilangan darah dalam jumlah besar
tentu saja akan menyebabkan kurangnya jumlah SDM dalam darah, sehingga terjadi
anemia. Anemia karena perdarahan besar dan dalam waktu singkat ini secara
nisbi jarang terjadi. Keadaan ini biasanya terjadi karena kecelakaan dan bahaya
yang diakibatkannya langsung disadari. Akibatnya, segala usaha akan dilakukan
untuk mencegah perdarahan dan kalau mungkin mengembalikan jumlah darah ke
keadaan semula, misalnya dengan tranfusi.
3. Karena otoimun
Dalam keadaan tertentu, sistem imun tubuh dapat mengenali dan
menghancurkan bagian-bagian tubuh yang biasanya tidak dihancurkan. Keadaan ini
sebanarnya tidak seharusnya terjadi dalam jumlah besar. Bila hal tersebut
terjadi terhadap SDM, umur SDM akan memendek karena dengan cepat dihancurkan
oleh sistem imun.
Diagnosis (gejala atau tanda-tanda)
Tanda-tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah:
- kelelahan, lemah, pucat,
dan kurang bergairah
- sakit kepala, dan mudah marah
- tidak mampu berkonsentrasi, dan
rentan terhadap infeksi
- pada anemia yang kronis
menunjukkan bentuk kuku seperti sendok dan rapuh, pecah-pecah pada sudut
mulut, lidah lunak dan sulit menelan.
Karena faktor-faktor seperti pigmentasi
kulit, suhu dan kedalaman serta distribusi kapiler mempengaruhi warna
kulit, maka warna kulit bukan merupakan indeks pucat yang dapat diandalkan.
Warna kuku, telapak tangan, dan membran mukosa mulut serta konjungtiva dapat
digunakan lebih baik guna menilai kepucatan.
Takikardia dan bising jantung (suara yang disebabkan oleh kecepatan aliran
darah yang meningkat) menggambarkan beban kerja dan curah jantung yang
meningkat. Angina (sakit dada), khususnya pada penderita yang tua dengan
stenosis koroner, dapat diakibatkan karena iskemia miokardium. Pada
anemia berat, dapat menimbulkan payah jantung kongesif sebab otot
jantung yang kekurangan oksigen tidak dapat menyesuaikan diri dengan beban
kerja jantung yang meningkat. Dispnea (kesulitan bernafas), nafas
pendek, dan cepat lelah waktu melakukan aktivitas jasmani merupakan manifestasi
berkurangnya pengiriman O2. Sakit kepala, pusing, kelemahan dan tinnitus
(telinga berdengung) dapat menggambarkan berkurangnya oksigenasi pada susunan
saraf pusat. Pada anemia yang berat dapat juga timbul gejala saluran cerna yang
umumnya berhubungan dengan keadaan defisiensi. Gejala-gejala ini adalah anoreksia,
nausea, konstipasi atau diare dan stomatitis (sariawan lidah dan
mulut).
Klasifikasi
anemia
Pada klasifikasi anemia menurut morfologi, mikro dan makro
menunjukkan ukuran sel darah merah sedangkan kromik menunjukkan warnanya. Sudah
dikenal tiga klasifikasi besar.
Yang pertama adalah anemia
normositik normokrom. Dimana ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal
serta mengandung hemoglobin dalam jumlah yang normal tetapi individu menderita
anemia. Penyebab anemia jenis ini adalah kehilangan darah akut, hemolisis,
penyakit kronik termasuk infeksi, gangguan endokrin, gangguan ginjal, kegagalan
sumsum, dan penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada sumsum tulang.
Kategori besar yang
kedua adalah anemia makrositik normokrom. Makrositik berarti ukuran sel-sel
darah merah lebih besar dari normal tetapi normokrom karena konsentrasi
hemoglobinnya normal. Hal ini diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya
sintesis asam nukleat DNA seperti yang ditemukan pada defisiensi B12 dan atau
asam folat. Ini dapat juga terjadi pada kemoterapi kanker, sebab agen-agen yang
digunakan mengganggu metabolisme sel.
Kategori anemia ke tiga adalah
anemia mikrositik hipokrom. Mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti
mengandung hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal. Hal ini umumnya
menggambarkan insufisiensi sintesis hem (besi), seperti pada anemia
defisiensi besi, keadaan sideroblastik dan kehilangan
darah kronik, atau gangguan sintesis globin, seperti pada talasemia
(penyakit hemoglobin abnormal kongenital).
Anemia dapat juga diklasifikasikan menurut etiologinya. Penyebab utama
yang dipikirkan adalah
(1) meningkatnya kehilangan sel darah merah dan
(2) penurunan atau gangguan pembentukan sel.
Meningkatnya kehilangan sel darah merah dapat disebabkan oleh perdarahan
atau oleh penghancuran sel. Perdarahan dapat disebabkan oleh trauma atau tukak,
atau akibat pardarahan kronik karena polip pada kolon, penyakit-penyakit
keganasan, hemoriod atau menstruasi. Penghancuran sel darah merah dalam
sirkulasi, dikenal dengan nama hemolisis, terjadi bila gangguan pada sel darah
merah itu sendiri yang memperpendek
hidupnya atau karena perubahan lingkungan yang mengakibatkan penghancuran sel
darah merah. Keadaan dimana sel darah merah itu sendiri terganggu adalah:
1. hemoglobinopati, yaitu hemoglobin abnormal yang diturunkan, misal nya anemia
sel
sabit
2. gangguan sintetis globin misalnya talasemia
3. gangguan membran sel darah merah misalnya sferositosis herediter
4.defisiensi enzim misalnya defisiensi G6PD (glukosa 6-fosfat
dehidrogenase).
Yang disebut diatas adalah gangguan herediter. Namun, hemolisis dapat
juga disebabkan oleh gangguan lingkungan sel darah merah yang seringkali
memerlukan respon imun. Respon isoimun mengenai berbagai individu dalam spesies
yang sama dan diakibatkan oleh tranfusi darah yang tidak cocok. Respon otoimun
terdiri dari pembentukan antibodi terhadap sel-sel darah merah itu sendiri.
Keadaan yang di namakan anemia hemolitik otoimun dapat timbul tanpa
sebab yang diketahui setelah pemberian suatu obat tertentu seperti
alfa-metildopa, kinin, sulfonamida, L-dopa atau pada penyakit-penyakit seperti
limfoma, leukemia limfositik kronik, lupus eritematosus, artritis reumatorid
dan infeksi virus. Anemia hemolitik otoimun selanjutnya diklasifikasikan
menurut suhu dimana antibodi bereaksi dengan sel-sel darah merah –antibodi tipe
panas atau antibodi tipe dingin.
Malaria adalah penyakit parasit yang ditularkan ke manusia melalui gigitan
nyamuk anopheles betina yang terinfeksi. Penyakit ini akan menimbulkan anemia
hemolitik berat ketika sel darah merah diinfestasi oleh parasit plasmodium,
pada keadaan ini terjadi kerusakan pada sel darah merah, dimana permukaan sel
darah merah tidak teratur. Sel darah merah yang terkena akan segera dikeluarkan
dari peredaran darah oleh limpa(Beutler, 1983)
Hipersplenisme
(pembesaran limpa, pansitopenia, dan sumsum tulang hiperselular atau
normal) dapat juga menyebabkan hemolisis akibat penjeratan dan penghancuran sel
darah merah. Luka bakar yang berat khususnya jika kapiler pecah dapat juga
mengakibatkan hemolisis.
Klasifikasi etiologi utama yang kedua adalah pembentukan sel darah merah yang
berkurang atau terganggu (diseritropoiesis). Setiap keadaan yang mempengaruhi
fungsi sumsum tulang dimasukkan dalam kategori ini. Yang termasuk dalam
kelompok ini adalah:
(1) keganasan yang tersebar seperti kanker payudara, leukimia dan multipel mieloma;
obat dan zat kimia toksik; dan penyinaran dengan radiasi dan
(2) penyakit-penyakit menahun yang melibatkan ginjal dan hati,
penyakit-penyakit infeksi dan defiensi endokrin.
Kekurangan vitamin penting seperti vitamin B12, asam folat, vitamin
C dan besi dapat mengakibatkan pembentukan sel darah merah tidak efektif
sehingga menimbulkan anemia. Untuk menegakkan diagnosis anemia harus
digabungkan pertimbangan morfologis dan etiologi.
Anemia
aplastik
Anemia aplastik adalah suatu gangguan pada sel-sel induk disumsum tulang yang
dapat menimbulkan kematian, pada keadaan ini jumlah sel-sel darah yang
dihasilkan tidak memadai. Penderita mengalami pansitopenia yaitu
kekurangan sel darah merah, sel darah putih dan trombosit. Secara
morfologis sel-sel darah merah terlihat normositik dan normokrom, hitung
retikulosit rendah atau hilang dan biopsi sumsum tulang menunjukkan
suatu keadaan yang disebut “pungsi kering” dengan hipoplasia yang nyata dan
terjadi pergantian dengan jaringan lemak. Langkah-langkah pengobatan terdiri
dari mengidentifikasi dan menghilangkan agen penyebab. Namun pada beberapa
keadaan tidak dapat ditemukan agen penyebabnya dan keadaan ini disebut idiopatik.
Beberapa keadaan seperti ini diduga merupakan keadaan imunologis.
Gejala-gejala anemia aplastik
Kompleks gejala anemia aplastik berkaitan dengan pansitopenia. Gejala-gejala
lain yang berkaitan dengan anemia adalah defisiensi trombosit dan sel darah
putih.
Defisiensi trombosit dapat mengakibatkan:
(1)ekimosis dan ptekie (perdarahan dalam kulit)
(2)epistaksis (perdarahan hidung)
(3)perdarahan saluran cerna
(4)perdarahan saluran kemih
(5)perdarahan susunan saraf pusat.
Defisiensi sel darah putih mengakibatkan lebih mudahnya terkena infeksi.
Aplasia berat disertai pengurangan atau tidak adanya retikulosit jumlah
granulosit yang kurang dari 500/mm3 dan jumlah trombosit yang kurang dari
20.000 dapat
mengakibatkan kematian dan infeksi dan/atau perdarahan dalam beberapa minggu
atau beberapa bulan. Namun penderita yang lebih ringan dapat hidup bertahun-
tahun. Pengobatan terutama dipusatkan pada perawatan suportif sampai terjadi
penyembuhan sumsum tulang. Karena infeksi dan perdarahan yang disebabkan oleh
defisiensi sel lain merupakan penyebab utama kematian maka penting untuk mencegah
perdarahan dan infeksi.
Pencegahan
anemia aplastik dan terapi yang di lakukan
Tindakan pencegahan dapat mencakup lingkungan yang dilindungi (ruangan dengan
aliran udara yang mendatar atau tempat yang nyaman) dan higiene yang baik. Pada
pendarahan dan/atau infeksi perlu dilakukan terapi komponen darah yang
bijaksana, yaitu sel darah merah, granulosit dan trombosit dan
antibiotik. Agen-agen perangsang sumsum tulang seperti androgen diduga
menimbulkan eritropoiesis, tetapi efisiensinya tidak menentu. Penderita anemia aplastik
kronik dipertahankan pada hemoglobin (Hb) antara 8 dan 9 g dengan
tranfusi darah yang periodik.
Penderita anemia aplastik berusia muda yang terjadi secara sekunder akibat
kerusakan sel induk memberi respon yang baik terhadap tranplantasi sumsum
tulang dari donor yang cocok (saudara kandung dengan antigen leukosit manusia
[HLA] yang cocok). Pada kasus-kasus yang dianggap terjadi reaksi
imunologis maka digunakan globulin antitimosit (ATG) yang mengandung
antibodi untuk melawan sel T manusia untuk mendapatkan remisi sebagian. Terapi
semacam ini dianjurkan untuk penderita yang agak tua atau untuk penderita yang
tidak mempunyai saudara kandung yang cocok.
Anemia
defisiensi besi
Anemia defisiensi besi secara morfologis diklasifikasikan sebagai anemia
mikrositik hipokrom disertai penurunan kuantitatif pada sintetis
hemoglobin.
Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia di dunia. Khususnya terjadi
pada wanita usia subur, sekunder karena kehilangan darah sewaktu menstruasi
dan peningkatan kebutuhan besi selama hamil.
Penyebab lain defisiensi besi adalah:
(1)asupan besi yang tidak cukup misalnya pada bayi yang diberi makan susu
belaka sampai usia antara 12-24 bulan dan pada individu tertentu
yang hanya memakan sayur- sayuran saja;
(2)gangguan absorpsi seperti setelah gastrektomi dan
(3)kehilangan darah yang menetap seperti pada perdarahan saluran cerna yang
lambat karena polip, neoplasma, gastritis varises esophagus, makan
aspirin dan hemoroid.
Dalam keadaan normal tubuh orang dewasa rata-rata mengandung 3 sampai 5 g besi,
bergantung pada jenis kelamin dan besar tubuhnya. Hampir dua pertiga besi
terdapat dalam hemoglobin yang dilepas pada proses penuaan serta kematian sel
dan diangkut melalui transferin plasma ke sumsum tulang untuk eritropoiesis.
Dengan kekecualian dalam jumlah yang kecil dalam mioglobin (otot) dan dalam
enzim-enzim hem, sepertiga
sisanya disimpan dalam hati, limpa dan dalam sumsum tulang sebagai feritin dan
sebagai hemosiderin untuk kebutuhan-kebutuhan lebih lanjut.
Patofisiologi
anemia
defisiensi besi
Walaupun dalam diet rata-rata terdapat 10 - 20 mg besi, hanya sampai 5% - 10%
(1 - 2 mg) yang sebenarnya sampai diabsorpsi. Pada persediaan besi berkurang
maka besi dari diet tersebut diserap lebih banyak. Besi yang dimakan diubah
menjadi besi fero dalam lambung dan duodenum; penyerapan besi
terjadi pada duodenum dan jejunum proksimal. Kemudian besi diangkut oleh transferin
plasma ke sumsum tulang untuk sintesis hemoglobin atau ke tempat
penyimpanan di jaringan.
Tanda dan
gejala anemia pada penderita defisiensi besi
Setiap milliliter darah mengandung 0,5 mg besi. Kehilangan besi umumnya sedikit
sekali, dari 0,5 sampai 1 mg/hari. Namun wanita yang mengalami menstruasi
kehilangan tambahan 15 sampai 28 mg/bulan. Walaupun kehilangan darah karena
menstruasi berhenti selama hamil, kebutuhan besi harian tetap meningkat, hal
ini terjadi oleh karena volume darah ibu selama hamil meningkat, pembentukan
plasenta, tali pusat dan fetus, serta mengimbangi darah yang hilang pada waktu
melahirkan.
Selain tanda dan gejala yang ditunjukkan oleh anemia, penderita defisiensi
besi yang berat (besi plasma lebih kecil dari 40 mg/ 100 ml;Hb 6 sampai 7
g/100 ml)mempunyai rambut yang rapuh dan halus serta kuku tipis, rata, mudah
patah dan sebenarnya berbentuk seperti sendok (koilonikia). Selain itu atropi
papilla lidah mengakibatkan lidah tampak pucat, licin, mengkilat, merah daging,
dan meradang dan sakit. Dapat juga timbul stomatitis angularis, pecah-pecah
dengan kemerahan dan rasa sakit di sudut-sudut mulut.
Pemeriksaan darah menunjukkan jumlah sel darah merah normal atau hampir normal
dan kadar hemoglobin berkurang. Pada sediaan hapus darah perifer, eritrosit
mikrositik dan hipokrom disertain poikilositosis dan aniositosis. Jumlah
retikulosit mungkin normal atau berkurang. Kadar besi berkurang walaupun
kapasitas meningkat besi serum meningkat.
Pengobatan
anemia pada penderita defisiensi besi
Pengobatan defisiensi besi mengharuskan identifikasi dan menemukan penyebab
dasar anemia. Pembedahan mungkin diperlukan untuk menghambat perdarahan aktif
yang diakibatkan oleh polip, tukak, keganasan dan hemoroid; perubahan diet
mungkin diperlukan untuk bayi yang hanya diberi makan susu atau individu dengan
idiosinkrasi makanan atau yang menggunakan aspirin dalam dosis besar. Walaupun modifikasi
diet dapat menambah besi yang tersedia (misalnya hati, masih dibutuhkan
suplemen besi untuk meningkatkan hemoglobin dan mengembalikan persediaan besi.
Besi tersedia dalam bentuk parenteral dan oral. Sebagian penderita
memberi respon yang baik terhadap senyawa-senyawa oral seperti ferosulfat.
Preparat besi parenteral digunakan secara sangat selektif, sebab
harganya mahal dan mempunyai insidens besar terjadi reaksi yang merugikan.
Anemia
megaloblastik
Anemia
megaloblastik diklasifikasikan menurut morfologinya sebagai anemia makrositik
normokrom.
Sebab-sebab atau gejala anemia
megaloblastik
Anemia
megaloblastik sering disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 dan asam folat yang
mengakibatkan sintesis DNA terganggu. Defisiensi ini mungkin sekunder karena
malnutrisi, malabsorpsi, kekurangan faktor intrinsik (seperti terlihat
pada anemia pernisiosa dan postgastrekomi) infestasi parasit,
penyakit usus dan keganasan, serta agen kemoterapeutik. Individu dengan infeksi
cacing pita (dengan Diphyllobothrium latum) akibat makan ikan segar yang
terinfeksi, cacing pita berkompetisi dengan hospes dalam mendapatkan vitamin
B12 dari makanan, yang mengakibatkan anemia megaloblastik (Beck, 1983).
Walaupun anemia pernisiosa merupakan prototip dari anemia megaloblastik
defisiensi folat lebih sering ditemukan dalam praktek klinik. Anemia
megaloblastik sering kali terlihat pada orang tua dengan malnutrisi, pecandu
alkoholatau pada remaja dan pada kehamilan dimana terjadi peningkatan kebutuhan
untuk memenuhi kebutuhan fetus dan laktasi. Kebutuhan ini juga meningkat pada
anemia hemolitik, keganasan dan hipertiroidisme. Penyakit celiac dan
sariawan tropik juga menyebabkan malabsorpsi dan penggunaan obat-obat yang
bekerja sebagai antagonis asam folat juga mempengaruhi.
Pencegahan
anemia pada penderita anemia megaloblastik
Kebutuhan minimal folat setiap hari kira-kira 50 mg mudah diperoleh dari diet
rata-rata. Sumber yang paling melimpah adalah daging merah (misalnya hati dan
ginjal) dan sayuran berdaun hijau yang segar. Tetapi cara menyiapkan makanan yang
benar
juga diperlukan untuk menjamin jumlah gizi yang adekuat. Misalnya 50%
sampai 90% folat dapat hilang pada cara memasak yang memakai banyak air. Folat
diabsorpsi
dari duodenum dan jejunum bagian atas, terikat pada protein plasma secara lemah
dan disimpan dalam hati. Tanpa adanya asupan folat persediaan folat
biasanya akan habis
kira-kira dalam waktu 4 bulan. Selain gejala-gejala anemia yang sudah
dijelaskan penderita anemia megaloblastik sekunder karena defisiensi folat
dapat tampak seperti malnutrisi dan mengalami glositis berat (radang
lidah disertai rasa sakit), diare dan kehilangan nafsu makan. Kadar folat serum
juga menurun (<4 mg/ml).
Pengobatan anemia pada penderita anemia
megaloblastik.
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya pengobatan bergantung pada
identifikasi dan menghilangkan penyebab dasarnya. Tindakan ini adalah
memperbaiki defisiensi diet dan terapi pengganti dengan asam folat atau
dengan vitamin B12. penderita kecanduan alkohol yang dirawat di rumah
sakit sering memberi respon “spontan” bila di berikan diet seimbang.
Daftar Pustaka
1. Sadikin Muhamad, 2002, Biokimia Darah, widia
medika, jakarta
2. http://www.majalah-farmacia.com
3. http://www.pediatrik.com
4. Sylvia A. Price Lorraine M. Wilson, 2002, Patofisiologi,
Jilid1, EGC, Jakarta
bagi teman-teman yang ingin membaca lebih lanjut silahkan download pada halaman web yang telah disediakan :
1. Diaz Hartadi*, Sumardi**, R. Rizal Isnanto**
2.Achsanuddin Hanafie
3. GERY RIFANO HARDANTO
4. DEWI ROSIKHOH
5.Nanik Setijowati*,Niniek Burhan**,Rian Eka Pratiwi***
6. Pusparini
7. Supriyono
8. Dian Anindita Lubis
9.
Saryono, SKp.,MKes
10. SONDANG M. LUMBANBATU
11. American College of Medical Genetics
12. Fatchiyahdan Estri Laras Arumingtyas
13. M. Yulianto Listiawan, dr.,Sp.KK(K)
14.T. Bahri Anwar
15. Karentia Puspita sari
16. Bernie Endyarni, Badriul Hegar
17. Emmy Kartamihardja
18. VANIA PETRINA
19. Yuki Yunanda
20. Suhartati *)